Jumat, 10 September 2010

Dua Pemburu


By. Dadan Hudaya

Sepuluh hari menjelang berakhirnya Ramadhan banyak orang berburu di siang hari dan malam hari. Mereka memfokuskan diri sekuat tenaga untuk meraih apa yang diinginkannya. Tujuan mereka juga berharap tidak rugi saat Ramadhan meninggalkannya. Kebahagiaan, meski relatif, menjadi cita-citanya.

Hanya saja, ada beda di antara para pemburu itu. Satu jenis pemburu menjalankan aksinya di siang hari. Mereka memburu materi. Karena memang cita-citanya hanya ingin bahagia berdasarkan materi. Merekalah yang disebut dengan pemburu THR alias tunjangan hari raya. Jumlahnya banyak sekali. Sering berkeliaran di instansi-instansi pemerintah. Ada yang membawa proposal juga ada hanya mengandalkan secarik surat. Entah itu surat jalan dari RT atau kepala desa. Atau ada juga yang nekad tanpa membawa apa-apa. Senjatanya adalah kekuatan lisan saja. Dia datang ke resepsionis, bertanya ruangan pejabat yang diketahuinya, lalu ketuk pintu. Kalau pejabat yang dimaksud ada berarti rizki untuknya, jika tidak ada maka setiap pintu dia akan ketuk, terus berkeliling. Sampai apa yang diburunya diperoleh dalam genggaman.

Anehnya, sejak 20 Ramadhan lalu, pemburu-pemburu ini tidak habis-habis. Datang dan datang lagi. Memang berasal dari berbagai kalangan. Akibatnya, kinerja instansi tidak maksimal. Para pegawai, pejabat, atau pimpinan terganggu untuk melayani mereka. Bagaimana mau menandatangi surat-surat penting dengan khusyu, jika di hadapannya telah berkumpul para pemburu THR dengan menengadahkan tangan. Bahkan tangannya itu hampir mencolok mata.

Sedangkan pemburu kedua beraksi di malam hari. Mereka berburu demi kemuliaan hidup. Meski yang diburu tidak pernah tampak kasat mata tetapi semangat yang terpatri tidak pernah padam. Karena mereka yakin buruannya akan mendatangkan kebaikan. Kebaikan yang setara dengan 1.000 bulan. Ya, merekalah pemburu lailatul qodar yang tak terpejam matanya sedetik pun hingga fajar.

Jumlah mereka mungkin lebih sedikit dibanding pemburu di siang hari. Tetapi, apa yang diraihnya tentu akan lebih banyak, sekali lagi, sangat lebih banyak di banding pemburu di siang hari. Pancaran di wajahnya pun lebih cerah. Mereka akan terus bahagia meski Ramadhan telah lama berlalu. Mereka akan selalu merasa memiliki buruannya hingga akhir hayatnya kelak.

Lalu, adakah pemburu dengan dua buruan?  (*)

Baitul Hamdi, 08.09.2010 pk. 04.38

Sabtu, 04 September 2010

Pejabat


By Dadan Hudaya
Bayangan berkelebat di tahun 2006. Wajah-wajah pejabat itu aku ingat semua. Aku ingat-ingat namanya. Aku hafalkan kata-katanya. Aku perhatikan kendaraannya. Kebiasaan-kebiasaan hingga ungkapan-ungkapannya di hadapan keramaian si pemburu berita. Ya, saat itu, aku masih menjadi seorang wartawan di harian Banten Raya Post.
Gubernuran Banten. Bayangan itu juga membuat aku terjaga. Badak besi yang tiada lelah menanti di pelataranmu. Pintu-pintu raksasa yang berderit, bergetar, lalu kasar saat kau ada yang membuka. Serta semilir angin dingin dari piranti berlistrik mengelus keringat yang mulai membintik. Luas, megah, wangi, terang.
Kursi-kursi itu empuk. Melambai ke setiap mata yang mencarinya. Lambaian itu tak diharaukan karena pejabat-pejabat itu berkumpul. Terkekeh. Serius. Mungkin mereka sedang membicarakan rakyat yang terbelit hutang. Atau soal harga minyak tanah yang mencekik rakyat. Atau bicara solusi atas banjir yang menggenangi wilayah cekungan sungai. Ah, mereka pasti sedang berniat membela anak-anak petani miskin yang tidak bisa bersekolah. Atau bisa juga sedang menghitung cara agar pupuk itu mudah diperoleh petani. Mungkin.
Enam pintu raksasa lain menatap. Dia menatapku tajam. Bengis. Lalu berkata-kata tentang kepentingan kedatanganku. Lalu mengusirku dengan jawaban bahwa majikannya sibuk. Sibuk mengurus tulisan-tulisan yang berlogo dan berangka-angka. Tak ada waktu untuk memberi informasi seucap pun. Tidak ada.
Si mata kecil di bawah patung burung itu melirik-lirik. Matanya merah menyala. Mengintai dan terus mengintai. Maaf, aku menginjak karpet tebal yang begitu lembut. Mungkin ada kotoran di setiap langkahku. Tiang bendera terlihat kokoh berdiri.
Pejabat itu duduk di mobil-mobil mewan. Altis, Innova, atau Avanza. Sibuk. Melayani rakyat juga melayani pimpinan, Sang Ratu!
Cinagara, 5 September 2010

Jumat, 03 September 2010

Semangat..!!!

Orangtua saya mengajarkan arti kata semangat. Katanya, semangat itu adalah energi terbesar yang harus dikelola dengan baik dan jangan sampai anjlok.Dengan semangat apa yang diinginkan oleh kita bisa tercapai. Katanya, semangat juga berarti cinta. Kita akan peduli dengan sesama. Kita juga memiliki empati yang baik. Karena sesuangguhnya semangat adalah cinta!

Lihatlah orang yang semangat. Mendekati hari raya ini, sangat banyak mereka yang bersemangat. Pedagang bersemangat berdagang. Pegawai bersemangat bekerja. Pemudik apa lagi. Tukang ojek tiap hari terjadwal bekerja.Petani apalagi. Dan banyak lagi. Mereka semua tidak melihat kondisi yang menimpa. Mereka fokus pada satu tujuan, bahwa apa yang dilakukannya bisa menghasilkan dengan hasil optimal.

Bayangkan kalau mereka malas-malasan. Jelas mereka terhimpit oleh orang-orang yang bersemangat. Tertinggal dan terus tertinggal. Mereka hanya memandang kehidupan di depan seolah itu-itu saja. Sehingga, gelora semangat yang ada di dalam dirinya minim.

Sahabat, sudahkah kita selalu menempatkan semangat sebagai energi bagi kehidupan kita? Jika belum, ayo kita sadari. Segera pacu adrenalin di dalam diri kita agar terus semangat, semangat, dan semangat. Lakukan hal terbaik di kehidupan kita ini. Hidup tidak akan datang dua kali. Matahari tidak akan mundur ke belakang. Semangat-semangat dan semangat. (*)

PR Besar, Siapa Takut!

Ada tiga tugas besar yang harus ditangani serius mulai saat ini hingga masa mendatang. Pertama, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi telah menginvestasikan domba sebanyak 27 ekor. Jelas ini harus dipelihara dengan manajemen yang baik. Harus ditegaskan kepada pegawai agar pemberian pakan tidak sembarangan. Penyakit harus segera ditangani dengan baik. Keamanan juga jelas harus diperketat. Akhir-akhir ini kejahatan membabi buta. Di kampung-kampung, pemilik kerbau khawatir pencuri datang dan langsung menyembelih kerbaunya di kandang atau di tempat lainnya.

Kedua, jamur. Budidaya ini harus tetap berjalan dengan manajemen yang ketat. Perlu dipilih orang-orang yang tidak malas dan mau bekerja keras. Sehingga, target harian bisa tercapai. Setahun ini seolah pembelajaran. Banyak kegagalan, dan harus segera diberhentikan. Dicari akar masalahnya untuk ditemukan solusi. Sebenarnya sudah. Solusinya, harus ada tim 3 orang yang serius harian berkerja di sana.

Ketiga, PUAP. Karena bertugas sebagai penyuluh pendamping, maka harus memenuhi segala prosedur yang telah ditetapkan. Dana Rp 100 juta yang akan digulirkan jangan sampai sia-sia. Dana itu harus berarti lebih dari sekali. Karena itu, perlu keterbukaan yang baik, perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang tangguh. Jangan sampai sepeserpun tidak bisa dipertanggungjawabkan gapoktan sebagai penerima. Gapoktan harus memiliki visi tentang pengelolaan dana itu. Apalagi penyuluh pendampingnya. Jika gagal, gawat. Bukan hanya di dunia, akhirat juga pasti akan mempertanyakannya.

Tantangan tidak pekerjaan di depan ini cukup besar. Dan berkaitan dengan orang-orang besar. Amanah sudah terikat. Dan harus dengan baik melaksanakannya. Saya berdoa, semoga Allah SWT memberikan kemudahan dalam pengelolaan pekerjaan yang hendak dilakukan. Amin! (*)

Inspirasi di BBPKH Cinagara

Sore di Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan (BBPKH) Cinagara, Bogor, cukup dingin. Angin sepoi yang melaju dari arah timur cukup membuat badan ini sedikit menggigil. Sejumlah teman yang ikut pelatihan di sini juga merasakan hal yang sama. Terlihat dari tangan-tangan mereka yang didekapkan di depan dada.
Suasana dingin begini langsung saja pikiran berada di rumah. Teringat si kecil Khansa, De Aisyi dan Teh Aza. Tiga bidadari yang selalu menghiburku. Mereka yang menjadikan saya kuat. Mereka adalah inspirasi di setiap waktu. Sedang apa di sana? Mereka pasti rindu seperti Abinya yang rindu mereka. Saat di tinggal 2 hari lalu, bertiga dalam kondisi sakit panas. Saya hanya bisa titip pesan sama istri tercinta, jaga anak-anak. Berikan obat yang sudah di beli. Lalu, lambaian lembut tangan itu mengiringku pergi ke Bogor ini. Beberapa hari menjelang Lebaran ini saya harus terpisah dengan mereka. Biasanya buka dan sahur bersama penuh dengan keramaian akibat polah tiga bidadari itu, tapi kali ini suasana itu menghilang.
BBPKH cukup luas. Di sebelah timur ada 3 kandang sapi perah dengan kapasitas masing-masing kandang sampai 30 ekor. Di sebelah atas kandang sapi, berdiri kandang ayam negeri. Di sebelah Barat, ternak domba hingga aneka ayam ada di sana. Namun, karena mungkin sudah lama, terlihatnya tidak menarik. Kandang-kandang ayam itu tidak menggugah pengunjung, misalnya saya, untuk tertarik memeliha. Jika orang mengatakan keunikan, nah di sini tidak ada yang unik.
Satu hal yang membuat semangat adalah pengajar di sini cerdas dalam berbisnis. Ada ibu Hj Elis Lasmini juga ada Pak Subadri. Dua orang ini, mungkin dari sekian banyak pegawai yang ada, bercerita tentang bisnis yang dilakukan. Bayangkan, Pak Subadri memiliki Sekolah Peternakan yang didalamnya terdapat domba sekitar 300ribu. Domba itu setiap tahun dikirim ke Malaysia untuk Kurban. Atau ada juga untuk domba guling. Berapa keuntungan yang diraupnya? Bisa diyangkan! Kalau Ibu Hj Elis, dia penulis peneliti sejati. Juga volunteer di masyarakat yang mengelola olahan hasil ternak. Dari ceritanya juga menggugah. Hal yang bisa dipetik adalah: belajar tiada henti dan jangan takut gagal. Satu hal lagi adalah, yakinkan diri bahwa kita bisa dan mampu melakukannya. Jelas, meski demikian kita juga mengukur dengan kapabilitas yang dimiliki. Jangan terlalu gegabah juga jangan terlalu pengecut. Lakukan sesuatu yang kita yakini bisa dan nikmatilah!
Saya yakin banyak pegawai di sini yang lebih inspiratif. Keyakinan saya itu mudah-mudahan tidak memudar meski saya tahu dan menyaksikan tentang pengelolaan tentang air bersih di sini yang kurang maksimal. Kemarin, sekitar 10 peserta di asrama bawah teriak-teriak meminta air untuk mandi. Lantaran, air bersih yang seharusnya mengucur ke bak-bak di kamarnya terhenti. Usut punya usut, saluran air dari sumber tertutup longsor sehingga terganggu. Yah! (*)